Kalau kita berbicara tentang budaya samarinda, maka kita
tidak bisa lepas dari sejarah kota Samarinda itu sendiri. Kota yang bisa
dibilang sebagai miniatur budaya Indonesia karena hampir semua budaya dan suku di
seluruh Indonesia berbaur dan menjadi satu dikota Samarinda ini. Mulai dari
ujung Banda aceh sampe tanah Papua pasti bisa ditemukan disini, meskipun
sebagian besar masih didominasi oleh suku bugis, banjar dan jawa tentunya tanpa
mengasingkan suku asli Kalimantan itu sendiri yaitu kutai dan dayak.
Menurut sejarah terbentuknya kota samarinda, peran para
pendatangpun mengambil peran sangat besar dalam terbentuknya kota samarinda itu
sendiri. Dan hingga kinipun peran pendatang mempunyai peran dalam pertumbuhan
perekonomian kota samarinda.
Yaitu rombongan orang-orang bugis wajo yang dipimpin la
mohang daeng mangkona (Pua ado)yang hijrah dari kesultanan gowa ke kesultanan
kutai pada 1668. Hijrahnya mereka dikarenakan mereka tidak mau tunduk dan patuh
terhadap perjanjian bongaya,yaitu perjanjian yang sebenarnya merupakan
deklarasi kekalahan kesultanan gowa dari VOC (Penjajah Belanda).
Kedatangan rombongan orang-orang bugis wajo dari kerajaan
gowa ini pun disambut baik oleh kesultanan kerajaan kutai dengan syarat bahwa orang-orang bugis wajo
wajib membantu segala kepentingan raja kutai, terutama dalam menghadapi musuh.
Atas kesepakatan dari perjanjian itulah akhirnya rombongan
bugis wajo akhirnya menempati daerah sekitar muara karang mumus.
Kisaran tahun 1668 La mohang daeng mangkona bersama
pengikutnya diperintahkan oleh kerajaan kutai untuk membuka suatu perkampungan
di tanah rendah. Hal ini dikarenakan seringnya
terjadi perampokan yang dilakukan oleh para bajak laut philipina di
berbagai daerah pantai wilayah kerajaan kutai kartanegara. Selain itu, sultan
yang dikenal bijaksana ini memang bermaksud memberikan tempat bagi masyarakat
Bugis yang mencari suaka ke Kutai akibat peperangan didaerah asal mereka.
Perkampunga itupun deberi nama Sama Rendah. Hal ini dimaksudkan agar semua
penduduk baik asli maupun pendatang, baik bangsawan ataupun tidak semuanya tetap berderajat sama dan tidak ada
perbedaan baik suku bugis, kutai, banjar dan suku suku lainya.
Dengan rumah rakit yang berada di atas air, harus sama
tinggi antara rumah satu dengan yang lainnya, melambangkan tidak ada perbedaan
derajat apakah bangsawan atau tidak, semua "sama" derajatnya dengan
lokasi yang berada di sekitar muara sungai yang berulak dan di kiri kanan
sungai daratan atau "rendah". Diperkirakan dari istilah inilah lokasi
pemukiman baru tersebut dinamakan Samarenda atau lama-kelamaan ejaan Samarinda.
Istilah atau nama itu memang sesuai dengan keadaan lahan atau lokasi yang terdiri
atas dataran rendah dan daerah persawahan yang subur.
Dilihat dari segi sejarah bisa dibilang kebudayaan Samarin
da adalah kebudaya'an yang unik. Unik karena hampir semua kebudayaan dari seluruh Indonesia berbaur dan menjadi satu disini, mulai dari Bugis, Banjar, Jawa, dan masih banyak lagi yang mungkin susah untuk disebutkan satu persatu. Meskipun begitu kita tetap dapat melihat kebudaya'an asli seperti kebudaya'an dayak yang dapat ditemui di desa budaya pampang.
Samarinda adalah kota yang ramah, itu bisa dilihat dari sejarah tentang Kesultanan kutai yang menyambut dengan ramah para pendatang dari rombongan bugis wajo dan juga pendatang yang lain semisal Suku banjar dan juga Jawa. Tidak heran banyak budaya dari berbagai penjuru nusantara yang tumbuh dan berbaur disini tanpa mengasingkan kebudaya'an khas Samarinda itu sendiri. Maka wajar bila saya menyebut Samarinda adalah miniatur budaya indonesia.
da adalah kebudaya'an yang unik. Unik karena hampir semua kebudayaan dari seluruh Indonesia berbaur dan menjadi satu disini, mulai dari Bugis, Banjar, Jawa, dan masih banyak lagi yang mungkin susah untuk disebutkan satu persatu. Meskipun begitu kita tetap dapat melihat kebudaya'an asli seperti kebudaya'an dayak yang dapat ditemui di desa budaya pampang.
Samarinda adalah kota yang ramah, itu bisa dilihat dari sejarah tentang Kesultanan kutai yang menyambut dengan ramah para pendatang dari rombongan bugis wajo dan juga pendatang yang lain semisal Suku banjar dan juga Jawa. Tidak heran banyak budaya dari berbagai penjuru nusantara yang tumbuh dan berbaur disini tanpa mengasingkan kebudaya'an khas Samarinda itu sendiri. Maka wajar bila saya menyebut Samarinda adalah miniatur budaya indonesia.
No comments:
Post a Comment